Bubur Sumsum, Takjil Favorit yang Mengembalikan Energi Saat Berbuka

Takjil menjadi sajian yang hampir selalu hadir sebelum makan besar saat berbuka puasa. Salah satu pilihan yang digemari banyak orang adalah bubur sumsum, hidangan tradisional yang dikenal mampu mengembalikan energi setelah seharian berpuasa. Teksturnya yang lembut serta rasa gurihnya yang berasal dari santan menjadikannya pilihan ideal untuk berbuka.

Hima Alya (27), warga Kota Malang yang saat ini bertugas di RRI Kediri, mengaku sejak kecil sudah menyukai bubur sumsum. Menurutnya, makanan ini memiliki kenangan tersendiri. Selain sering disajikan dalam acara doa bersama dan tasyakuran, bubur sumsum juga memberikan aura positif, terutama saat Ramadan. Ia mengungkapkan bahwa meskipun banyak orang menikmatinya dengan tambahan kuah gula merah, ketan hitam, atau mutiara sagu, ia lebih memilih bubur sumsum dalam bentuk aslinya. Baginya, rasa gurih bubur sumsum sudah cukup nikmat tanpa tambahan apa pun, kecuali sedikit santan.

Bubur sumsum tidak hanya lezat, tetapi juga memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Teksturnya yang lembut membuatnya mudah dicerna oleh semua usia, dari balita hingga lansia. Kandungan seratnya baik untuk pencernaan, sementara santan yang digunakan mengandung lemak sehat. Selain itu, gula merah yang kerap menjadi pelengkap bubur sumsum kaya akan zat besi yang baik untuk kesehatan. Dengan segala manfaatnya, tak heran jika bubur sumsum tetap menjadi pilihan utama sebagai menu berbuka puasa yang menyehatkan dan menggugah selera.

Meneladani Pola Makan Sehat Rasulullah Saat Berpuasa

Puasa bukanlah hambatan untuk tetap menjaga pola makan sehat. Rasulullah telah memberikan contoh bagaimana mengonsumsi makanan yang tepat saat berbuka dan sahur agar tubuh tetap bugar. Hal ini menjadi pembahasan utama dalam kajian Tabligh Akbar yang digelar Universitas Airlangga pada Kamis, 20 Maret 2025, di Masjid Ulul Azmi Kampus C MERR. Acara ini diselenggarakan bekerja sama dengan DAI BEM FKM UNAIR 2025 dan menghadirkan narasumber Dr. Muhammad Atoillah Isfandiari, dr., M.Kes.

Dalam kajian tersebut, Dr. Atoillah menjelaskan bahwa berbuka dengan makanan manis merupakan salah satu anjuran Rasulullah. Makanan manis mengandung karbohidrat yang diubah menjadi glukosa, yang kemudian masuk ke dalam sel otot dan digunakan sebagai energi. Contoh makanan manis yang baik dikonsumsi adalah nasi, umbi-umbian, dan buah-buahan. Rasulullah sendiri sering berbuka dengan ruthab atau kurma basah yang memiliki indeks glikemik rendah.

Makanan dengan indeks glikemik rendah lebih disarankan karena mencegah lonjakan glukosa dalam darah yang bisa membuat tubuh lemas dan mengantuk. Konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat menyebabkan pankreas bekerja lebih keras untuk menyeimbangkan kadar gula darah, yang berujung pada rasa kantuk saat beribadah. Jika tidak ada ruthab, alternatif lain seperti tamr (kurma kering), pisang, atau bahkan air putih dapat menjadi pilihan berbuka yang sehat.

Dr. Atoillah menekankan bahwa Rasulullah tidak pernah memaksakan jenis makanan tertentu untuk berbuka, melainkan memberikan kebebasan dalam memilih makanan asalkan tidak berbahaya bagi tubuh. Fleksibilitas dalam memilih makanan sehat saat berbuka menjadi kunci agar puasa tetap lancar dan ibadah semakin khusyuk.