Bubur Suro: Tradisi Ramadan di Palembang yang Sarat Makna

Di bulan Ramadan 1446 Hijriah, umat Islam di berbagai daerah memeriahkan bulan suci ini dengan tradisi khas masing-masing. Salah satu tradisi yang tetap lestari adalah pembagian Bubur Suro di Kota Palembang. Tidak sekadar menjadi hidangan berbuka puasa, Bubur Suro memiliki makna mendalam tentang kebersamaan dan semangat berbagi yang telah diwariskan turun-temurun. Tradisi ini berawal dari Masjid Al-Mahmudiyah, atau yang lebih dikenal dengan Masjid Suro, yang terletak di kawasan 30 Ilir, Palembang. Konon, kebiasaan ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam dan terus dilestarikan hingga saat ini.

Setiap hari selama Ramadan, setelah salat Ashar, Bubur Suro dibagikan kepada masyarakat sekitar. Proses pembuatannya melibatkan pengurus masjid serta warga yang bergotong-royong memasak dan mendistribusikan bubur kepada masyarakat. Salah satu pengurus Masjid Suro, Akbar, mengungkapkan bahwa setiap harinya sekitar 70 porsi Bubur Suro disiapkan untuk dibagikan kepada masyarakat. Ia menekankan bahwa tradisi ini bukan sekadar membagikan makanan, tetapi juga merupakan bentuk rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama.

Tak hanya dinikmati oleh warga setempat, Bubur Suro juga menarik perhatian masyarakat dari luar daerah yang sengaja datang untuk mencicipi hidangan khas ini. Beberapa di antaranya bahkan membawa bubur ini pulang sebagai oleh-oleh. Akbar menambahkan bahwa kehadiran masyarakat dari berbagai daerah semakin memperkuat nilai kebersamaan dan keberagaman dalam tradisi ini. Dengan semangat gotong royong dan kebersamaan, Bubur Suro menjadi bagian tak terpisahkan dari Ramadan di Palembang.