Di berbagai wilayah Indonesia, terdapat makanan khas yang hanya muncul saat bulan Ramadan. Salah satu contohnya adalah kue kicak dari Yogyakarta, yang memiliki cita rasa manis dan filosofi mendalam.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia selalu memiliki cerita unik terkait tradisi berpuasa. Salah satunya adalah keberadaan makanan khas di beberapa daerah yang hanya tersedia selama Ramadan.
Para penjual biasanya hanya membuat dan menjual hidangan ini saat bulan puasa karena sudah menjadi tradisi turun-temurun. Salah satu contoh kuliner khas tersebut adalah kue kicak dari Yogyakarta.
Menurut National Geographic, kue kicak telah dikenal sejak era 1950-an. Hidangan ini pertama kali dibuat oleh Sujilah, yang lebih akrab disapa Mbah Wono, istri dari Muhammad Wahono.
Mbah Wono tinggal di Kampung Kauman, Gondomanan, Yogyakarta. Ia memilih menjual kicak hanya di bulan Ramadan karena permintaannya lebih tinggi dibanding hari-hari biasa.
Kue kicak terbuat dari jaddah (ketan yang ditumbuk halus) yang dicampur dengan gula, parutan kelapa, nangka, pandan, dan vanili. Setelah semua bahan dicampur, adonan dikukus menggunakan api dari kayu bakar.
Kue ini memiliki rasa manis yang khas dan teksturnya cukup mengenyangkan, menjadikannya pilihan tepat untuk menu takjil. Biasanya, kicak dibungkus dengan daun pisang agar tetap segar serta memberikan aroma yang lebih nikmat.
Menurut seorang ahli kuliner Indonesia, Wira Hardiyansyah, kue kicak memiliki makna lebih dari sekadar makanan berbuka puasa. Dalam unggahan Instagram pada 31 Januari 2025, ia menjelaskan bahwa kicak sering dihidangkan dalam acara penting, seperti pernikahan dan penghormatan kepada orang tua.
“Kata ‘kicak’ mungkin berasal dari ‘kinca’, sebuah istilah dalam bahasa Jawa kuno yang merujuk pada gula Jawa. Istilah ini juga ditemukan dalam beberapa prasasti kuno,” tulisnya.
Tak hanya sebagai hidangan khas Ramadan, kue kicak juga melambangkan eratnya hubungan silaturahmi. Tekstur ketan yang lengket menyiratkan pesan untuk menjaga hubungan baik dengan sesama, terutama di bulan suci.
“Rasanya yang manis menjadi simbol keindahan. Makna keseluruhannya adalah, semakin erat silaturahmi, semakin indah kehidupan,” tambah Wira dalam unggahan tersebut.