Selain rasa dasar asin, manis, pahit, dan asam, ada satu rasa unik yang kini semakin dikenal dunia, yaitu umami. Kata ini digunakan untuk menggambarkan rasa gurih yang nikmat dan mendalam. Namun, apa sebenarnya umami dan bagaimana sejarahnya?
Asal Usul Umami
Istilah umami berasal dari bahasa Jepang dan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1908 oleh Kikunae Ikeda, seorang ahli kimia ternama dari Jepang. Ikeda, yang sempat menimba ilmu di Eropa, menemukan rasa ini ketika mencicipi kaldu dashi buatan istrinya. Kaldu tersebut dibuat dari bahan sederhana seperti kombu (rumput laut) dan serpihan ikan bonito.
Ikeda merasakan sesuatu yang berbeda—rasa gurih yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh empat rasa dasar yang sudah dikenal. Ia menyebut rasa tersebut sebagai umami, yang berarti “rasa gurih yang menyenangkan.” Pada tahun yang sama, Ikeda berhasil mengisolasi glutamat, senyawa yang menjadi sumber rasa tersebut.
Kontroversi dan Mitos Seputar Umami
Meski kini diterima luas sebagai rasa kelima, perjalanan umami menuju pengakuan global tidaklah mulus. Di Barat, umami kerap disalahpahami karena hubungannya dengan MSG (monosodium glutamat). Pada tahun 1968, sebuah artikel di jurnal medis memunculkan istilah “Sindrom Restoran China,” yang mengaitkan MSG dengan gejala kesehatan seperti pusing dan jantung berdebar.
Meski temuan tersebut kemudian terbukti tidak valid, stigma terhadap MSG dan umami sempat bertahan lama. Namun, seiring waktu, berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan kaya umami dalam jumlah moderat aman bagi kesehatan.
Umami dalam Budaya Kuliner Jepang
Di Jepang, umami telah menjadi bagian penting dari masakan tradisional selama berabad-abad, jauh sebelum istilah ini diciptakan. Kombu, bahan utama pembuatan dashi, menjadi sumber utama rasa umami. Kombu tidak hanya kaya akan glutamat tetapi juga memiliki nilai budaya yang tinggi, terutama di Osaka, di mana penggunaannya telah diwariskan secara turun-temurun.
Chef Kazuo Takagi, seorang konsultan kuliner, menegaskan pentingnya umami dalam masakan Jepang. “Umami memberikan kedalaman rasa yang sulit dijelaskan tetapi sangat terasa. Dashi adalah salah satu cara terbaik untuk menghadirkan umami dalam masakan sehari-hari,” jelasnya.
Kelembutan yang Menguatkan
Berbeda dari rasa lainnya, umami memiliki karakter yang lembut tetapi tetap mampu memperkaya cita rasa masakan. Bagi masyarakat Jepang, umami bukan sekadar rasa tetapi juga bagian dari seni memasak yang berakar pada kearifan lokal.
Sebagai buktinya, masakan Jepang yang memanfaatkan umami, seperti sup miso atau nasi dengan tambahan dashi, telah menjadi bagian dari pola makan sehat selama beberapa generasi. “Dengan menggunakan dashi, kami bisa menciptakan masakan yang sederhana tetapi kaya rasa,” tambah Takagi.
Melalui pengakuan global umami, dunia kuliner kini memiliki dimensi baru yang memperkaya pengalaman makan. Bukan hanya sekadar rasa, umami adalah bukti bagaimana tradisi dan inovasi dapat berpadu dengan harmonis.