Aroma menggoda dari sate babi yang dipanggang di bawah rindangnya pepohonan di Jalan Merdeka, Kota Denpasar, Bali, kerap membuat pejalan kaki atau pengendara motor menoleh dan menelan ludah. Meski dijual di kaki lima, kelezatan sate ini tak bisa dianggap remeh. Teksturnya empuk, rasanya gurih dengan sentuhan manis, serta sambal pedas yang memanjakan lidah. Tian Darfiano, seorang pekerja di bidang media kreatif, mengaku sate babi ini menjadi salah satu jajanan favoritnya. Ia biasa menikmati hidangan ini saat sore hari, sekitar pukul 15.00 hingga 17.00 WITA, ketika cuaca tak terlalu panas dan suasana jalanan semakin hidup.
Penjual sate, Putu Wira yang berusia 24 tahun, terlihat sibuk memanggang tusukan daging dengan kipas bambu di tangan. Ia jarang banyak bicara karena fokus pada proses memanggang. Dalam sehari, ia bisa menjual hingga 700 tusuk sate, yang sebelumnya telah direndam dalam bumbu rempah khas Bali atau yang dikenal sebagai base genep. Setelah matang, sate disajikan bersama potongan tipat dan sambal sesuai selera pembeli.
Dengan harga Rp 25 ribu, pembeli mendapatkan delapan tusuk sate plus lontong. Warung milik Putu ini buka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 18.00 WITA. Tak hanya warga lokal, para wisatawan juga sering memesan sebagai oleh-oleh, baik dalam kondisi matang maupun mentah yang sudah dibumbui. Putu menyarankan agar sate ini dikonsumsi maksimal dalam satu hari agar tetap segar dan nikmat.