Nikmatnya Empal Gentong Dudu Musuh, Hanya Rp 15 Ribu Seporsi!

Di depan MAN 4 Kota Cirebon, terdapat penjual empal gentong gerobakan yang telah beroperasi selama tiga generasi. Makanan yang ditawarkan memiliki cita rasa yang lezat dengan harga Rp 15.000 per porsi. Usaha empal gentong ini bernama Empal Gentong Dudu Musuh dan dikelola oleh Wawan (53), yang dengan ramah melayani pelanggan yang datang untuk menikmati seporsi empal gentong khas Cirebon.

Nama “Dudu Musuh” yang unik, yang dalam bahasa Jawa berarti “bukan musuh,” memiliki cerita sederhana. Wawan mengungkapkan bahwa nama tersebut ia pilih secara kebetulan setelah melihat tulisan di belakang sebuah bus.

“Tak ada makna khusus, hanya merasa cocok. Saat itu, saya melihat tulisan di bus dan rasanya bagus untuk dijadikan nama, jadi saya ikuti feeling saja,” kata Wawan pada Selasa (15/4/2025).

Empal gentong sebagai makanan tradisional memiliki ciri khas tersendiri, seperti cara memasaknya yang menggunakan gentong dan kayu bakar, serta campuran berbagai rempah-rempah asli Indonesia. Wawan menjelaskan bahwa rempah-rempah inilah yang menjadi kunci rasa khas empal gentong.

“Beragam bahan pembuatnya, ada biji-bijian dan rempah-rempah seperti klabet, jahe, laos, sereh, salam, ketumbar, kunyit, pala, hingga 30 jenis rempah. Pemasakannya pun harus dengan kayu bakar, jika menggunakan kompor rasanya akan berbeda,” ungkap Wawan.

Empal gentong buatannya menggunakan daging sapi berkualitas dan jeroan sapi, yang didapatkan langsung dari Desa Battembat, daerah yang dikenal sebagai pusat penjagalan hewan di Cirebon. “Battembat memang terkenal sebagai lokasi jagal hewan, dan sebagian besar penduduk di sana menjual empal,” ujar Wawan.

Empal gentong yang disajikan memiliki rasa gurih, pedas, dan kaya rempah yang harmonis. Daging sapi yang empuk dan jeroan yang kenyal menjadi daya tarik utamanya. Bagi pecinta pedas, sambal tersedia untuk menambah rasa sesuai selera.

Wawan telah lama terjun di dunia kuliner. Sebagai generasi ketiga penjual empal, ia mulai berdagang pada tahun 2006 setelah membantu orang tuanya yang juga berjualan empal. Bahkan, sejak tahun 1960-an, neneknya telah lebih dahulu menjual empal asem.

“Tradisi ini sudah ada sejak lama dalam keluarga kami. Nenek saya sudah mulai berjualan empal asem sejak tahun 1960-an, orang tua saya juga meneruskan jualan empal asem, dan saya yang kemudian berjualan empal gentong. Perbedaan utama antara empal gentong dan empal asem terletak pada bahan-bahannya, di mana empal gentong menggunakan kunyit, sementara empal asem tidak,” jelas Wawan.

Dengan harga hanya Rp 15.000 per porsi nasi dan empal gentong, hidangan ini cukup terjangkau untuk semua kalangan. Dalam sehari, Wawan dapat menjual hingga 200 porsi, tergantung dari banyaknya pengunjung. Ia membuka usaha dari pukul 09.00 hingga 15.00 WIB di lokasi yang terletak di depan MAN 4 Kota Cirebon, Jalan Pelandakan, Karyamulya, Kecamatan Kesambi.

Gudeg, Warisan Rasa dari Hutan ke Meja Makan Yogyakarta

Gudeg adalah salah satu kuliner legendaris yang tak bisa dilepaskan dari budaya Yogyakarta. Hidangan bercita rasa manis dengan warna cokelat pekat ini telah menjadi identitas kuliner daerah, dikenal karena kekhasannya dalam pengolahan dan rasa. Dibuat dari nangka muda yang direbus dalam santan bersama aneka rempah seperti daun salam, lengkuas, dan gula jawa, gudeg menawarkan kelezatan yang kaya aroma dan tahan lama. Proses memasaknya yang memakan waktu lama menjadi kunci dalam menciptakan rasa lembut dan mendalam yang khas.

Menelusuri asal-usul gudeg membawa kita pada cerita masa lampau, tepatnya di era berdirinya Kesultanan Mataram pada akhir abad ke-16. Saat itu, para prajurit yang membuka wilayah baru di hutan Yogyakarta menghadapi keterbatasan bahan makanan. Di tengah keterbatasan itu, mereka menemukan kelimpahan buah nangka muda dan kelapa. Karena nangka muda tidak bisa dikonsumsi mentah, mereka pun mengolahnya dengan merebus dalam santan di kuali besar, diaduk perlahan dengan kayu. Kegiatan mengaduk tersebut dalam bahasa Jawa dikenal sebagai “hangudêk”. Dari sinilah kata “gudeg” dipercaya berasal, menjadi nama hidangan yang kini melegenda.

Dengan sejarah yang kaya dan proses pembuatan yang istimewa, gudeg bukan sekadar makanan, melainkan simbol perjalanan budaya dan kearifan lokal. Sajian ini menjadi bukti bahwa kuliner dapat menyimpan nilai historis yang mengakar dalam identitas suatu daerah, khususnya Yogyakarta.

Papeda: Makanan Tradisional dari Maluku dan Papua yang Penuh Makna

Papeda, hidangan khas yang berasal dari daerah Papua dan Maluku, memiliki sejarah yang mendalam dalam tradisi kuliner masyarakat setempat. Terbuat dari sagu, papeda menjadi simbol penting dari kehidupan sehari-hari warga yang bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Sagu, yang menjadi bahan utama dalam pembuatan papeda, telah lama digunakan sebagai sumber karbohidrat utama, terutama di daerah pesisir dan dataran rendah Papua. Hidangan ini tidak hanya menggambarkan kekayaan rasa, tetapi juga nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Papeda memiliki tekstur yang kental dan lengket, berbeda dengan olahan sagu lainnya yang lebih dikenal seperti sagu bakar atau sagu lempeng. Meski tidak ditemukan di seluruh wilayah Papua, papeda memiliki tempat khusus di kalangan masyarakat adat, terutama di sekitar Danau Sentani, kawasan Taikat di Arso, dan Manokwari. Di daerah-daerah ini, papeda bukan hanya sebuah makanan, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari upacara adat dan kehidupan sosial mereka.

Sebagai hidangan yang sarat makna, papeda umumnya disajikan bersama lauk-pauk khas, seperti ikan kuah kuning atau ikan bakar, yang menambah kenikmatannya. Makanan ini menjadi simbol dari keberagaman kuliner Papua yang kaya akan tradisi dan budaya. Meski tidak sepopuler hidangan sagu lainnya, papeda tetap memiliki peranan penting dalam memperkaya warisan kuliner Indonesia, dan patut dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya yang perlu dijaga.

Menyelami Kekayaan Kuliner dan Tradisi Kota Tangerang

Di balik kesibukan kota metropolitan, Kota Tangerang menyimpan berbagai kekayaan kuliner dan tradisi yang menarik untuk dijelajahi. Tidak hanya menjadi penyangga ibu kota, Tangerang kini berkembang menjadi destinasi wisata kuliner dan budaya yang menyenangkan bagi setiap pengunjung. Salah satu tempat yang wajib dikunjungi adalah kawasan Pasar Lama, yang menjadi ikon kuliner Kota Tangerang. Di sini, para pengunjung dapat menikmati beragam cita rasa autentik dari berbagai etnis, seperti Cina Benteng, Betawi, dan Sunda Peranakan.

Mulai dari laksa khas Tangerang yang kaya rempah, dengan kuah kental dan daun kemangi, menu ini menjadi pilihan tepat untuk memulai petualangan kuliner. Tidak jauh dari sana, kampung budaya Cina Benteng menjadi saksi sejarah panjang komunitas Tionghoa di Tangerang. Dengan rumah-rumah tua bergaya kolonial dan Klenteng Boen Tek Bio yang berdiri sejak abad ke-17, kawasan ini menawarkan pengalaman budaya yang menarik.

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang, Boyke Urip Hermawan, Pasar Lama telah menjadi destinasi utama bagi para wisatawan. Di sini, pengunjung dapat menikmati makanan ikonik yang telah diwariskan turun-temurun, seperti laksa dan sate. Selain kuliner, kota ini juga menawarkan berbagai destinasi wisata sejarah yang tidak kalah menarik, mulai dari Museum Benteng Heritage, Masjid Kali Pasir, hingga Kampung Bekelir yang terkenal dengan muralnya.

Tidak hanya itu, tradisi budaya Kota Tangerang juga dijaga melalui festival-festival menarik, seperti Festival Cap Go Meh dan Festival Cisadane. Dengan berbagai kombinasi kuliner dan budaya yang unik, Kota Tangerang menjadi destinasi yang tak boleh dilewatkan.

Warisan Kuliner: Bakery-Bakery Tertua di Indonesia yang Tetap Laris

Sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu, sejumlah toko roti di Indonesia masih bertahan hingga sekarang dan tetap menjajakan roti jadul yang digemari sejak era kolonial Belanda. Meski tampilannya klasik, cita rasa dan teksturnya tetap menjadi favorit.

Beberapa toko roti kuno ini dikenal karena mampu mempertahankan keaslian resep roti mereka yang empuk dan lezat sejak dulu. Meski menggunakan metode tradisional, varian rasa yang ditawarkan tetap beragam dan menarik.

Deretan bakery tertua di Indonesia ini masih jauh dari nuansa modern. Bahkan, sebagian di antaranya sudah hadir sejak zaman penjajahan dan tetap beroperasi hingga kini.

Menjelajahi toko-toko roti lawas ini serasa membawa kita menyusuri lorong waktu ke masa lampau. Interior, suasana, bahkan proses pembuatannya pun mempertahankan sentuhan klasik dari abad ke-19.

1. Toko Roti Ganep – Solo

Toko roti legendaris ini mulai beroperasi di kota Solo pada tahun 1881. Didirikan oleh pasangan keturunan Tionghoa, Thang Tiang San dan Au Lek Nio, usaha ini kini diteruskan hingga generasi keenam. Roti khas mereka, Roti Kecik, terbuat dari ketan dan kayu manis yang dipanggang hingga kering. Camilan ini konon menjadi favorit keluarga Keraton Kasunanan.

2. Toko Roti Go – Purwokerto

Di Purwokerto, ada sebuah toko roti bernama Go yang sudah berdiri sejak 1898. Toko ini didirikan oleh pasangan Go Kwe Ka dan Oei Oak Ke Nio, dan tetap menjaga atmosfer klasik dengan resep turun-temurun dari keluarga. Salah satu roti andalannya adalah Amandelbrood, roti manis yang berisi kacang cokelat dan dihiasi gula. Selain itu, mereka juga menyediakan beragam roti asin dengan berbagai isian.

3. Tan Ek Tjoan – Jakarta & Bogor

Sudah berusia lebih dari satu abad, Tan Ek Tjoan tetap menjadi pilihan banyak orang. Toko roti ini mempertahankan cara berjualan tradisional, seperti menggunakan sepeda dan gerobak kayu. Produk unggulannya antara lain roti gambang dan roti tawar lembut, serta roti manis dengan varian rasa seperti mocca, pandan, dan sarikaya.

4. Toko Oen – Semarang

Toko Oen memulai usaha sebagai toko kue kering di Yogyakarta pada tahun 1922, lalu membuka cabang di Semarang pada 1936. Nama “Oen” diambil dari panggilan akrab pemiliknya, Opa dan Oma Oen. Roti yang disajikan di sini memadukan rasa Tionghoa, Belanda, dan Indonesia. Saat ini, Toko Oen dikenal tidak hanya sebagai toko roti, tetapi juga sebagai restoran yang menyajikan beragam menu lezat serta oleh-oleh khas Semarang.

5. Sumber Hidangan – Bandung

Sebelum menggunakan nama yang ada sekarang, toko ini sempat dikenal dengan nama Belanda, Het Snoephuis, saat pertama kali dibuka pada tahun 1929. Mereka tetap mempertahankan resep asli Belanda dengan sedikit modifikasi. Nama-nama roti yang dijual pun masih menggunakan bahasa Belanda, seperti Melkbrood, Ananas Tartje, dan Amsterdamse korst. Mengunjungi toko ini memberikan sensasi seperti melangkah ke masa lalu, karena interior dan suasananya dipertahankan dengan sangat otentik.

Jejak Rasa Martabak: Dari Timur Tengah ke Lidah Nusantara

Martabak merupakan salah satu kuliner jalanan yang sangat populer di Indonesia dan terdiri dari dua jenis utama, yaitu martabak manis dan martabak telur. Meski telah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia, tidak banyak yang tahu bahwa martabak sejatinya bukan makanan asli Tanah Air. Kata “martabak” berasal dari bahasa Arab, “murtabak,” yang berarti dilipat. Istilah ini mencerminkan teknik memasak martabak, yang memang dibuat dengan cara melipat adonan yang telah diisi dengan berbagai bahan.

Awal mula masuknya martabak ke Indonesia berasal dari pengaruh budaya Arab dan India yang dibawa oleh para pedagang Muslim. Seiring waktu, martabak mengalami proses akulturasi dan beradaptasi dengan cita rasa lokal, hingga menjadi makanan yang disukai berbagai kalangan masyarakat. Martabak manis, atau sering disebut juga “terang bulan,” memiliki tekstur lembut dengan pori-pori besar, terbuat dari campuran tepung, ragi, dan gula, lalu dipanggang di atas loyang bundar. Awalnya hanya diisi kacang tanah, keju, dan meses cokelat, kini topping-nya lebih bervariasi, dari Nutella hingga biskuit Oreo.

Sementara itu, martabak telur menawarkan rasa gurih dengan kulit tipis dan renyah, berisi campuran telur, daging cincang, daun bawang, dan bawang bombay, serta disajikan bersama acar dan cabai rawit. Ada pula varian martabak India atau martabak Mesir, yang hadir dengan rempah khas dan sering disantap bersama kuah kari. Dengan variasi isian dan topping yang beragam, martabak mencerminkan kekayaan budaya kuliner Indonesia dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan cita rasa lokal.

Rekomendasi Kuliner Murah di Purwokerto yang Wajib Dicoba Wisatawan

Purwokerto tidak hanya dikenal lewat mendoan hangat dan getuk gorengnya yang melegenda. Di balik kelezatan kuliner khas tersebut, kota ini juga menyimpan berbagai tempat makan yang lezat dan ramah di kantong. Menariknya, sejumlah tempat makan ini justru direkomendasikan langsung oleh warga lokal, sehingga kualitas rasa dan harganya tidak perlu diragukan lagi. Selain cocok dinikmati bersama keluarga, tempat-tempat ini juga pas untuk bersantap bersama sahabat maupun pasangan tercinta.

Salah satu tempat yang patut dikunjungi adalah Djago Jowo Purwokerto. Warung makan ini menghadirkan hidangan khas Indonesia dengan cita rasa yang menggoda dan harga sangat bersahabat. Bahkan, tersedia pilihan menu bancakan yang bisa dipesan untuk rombongan, dengan harga mulai dari hanya Rp3.000. Tak hanya itu, ada juga Table Nine Resto, yang menawarkan menu beragam dengan porsi besar, cocok untuk dinikmati lebih dari dua orang. Suasana tempatnya pun nyaman dan sering dipilih untuk acara keluarga, pertemuan, hingga pesta pernikahan.

Bagi pencinta suasana tradisional, Mampir Pawon adalah pilihan yang tepat. Dengan bangunan kayu dan atap jerami, tempat ini memberikan nuansa seperti rumah makan khas Jawa. Sistem prasmanannya memungkinkan pengunjung memilih berbagai jenis satai dan lauk sendiri, menambah pengalaman bersantap yang unik dan menyenangkan. Berbagai pilihan tempat makan ini menunjukkan bahwa kuliner Purwokerto tidak hanya lezat, tetapi juga terjangkau dan penuh kehangatan lokal.

Es Teler 77 Kehilangan Penciptanya, Murniati Widjaja, yang Telah Meninggal Dunia

Restoran legendaris Es Teler 77 berduka setelah mendengar kabar meninggalnya Murniati Widjaja, pencipta resep Es Teler 77. Informasi ini disampaikan melalui akun Instagram resmi @esteler77.id, yang mengungkapkan bahwa beliau telah tutup usia. Dalam unggahan Instagram tersebut, keluarga besar Es Teler 77 mengungkapkan, “Keluarga besar Es Teler 77 berduka cita. Selamat jalan, Oma.”

Unggahan ini mencantumkan foto Murniati Widjaja yang tampak bugar di masa lalu, yang mengenang jasa besar beliau sebagai pendiri dan pencipta resep Es Teler 77.

Awal Mula Resep Es Teler 77

Murniati Widjaja dikenal sebagai pencipta resep Es Teler yang telah menjadi ikon kuliner Indonesia. Pada tahun 1981, Murniati yang kala itu seorang ibu rumah tangga mengikuti sebuah lomba memasak es teler. Dengan keahlian memasak yang dimilikinya, ia menciptakan racikan es teler yang terdiri dari irisan nangka segar, kelapa muda, dan alpukat yang disiram dengan es serut dan sirup spesial. Karya racikannya berhasil meraih kemenangan di lomba tersebut, dan membawa beliau mendapatkan predikat juara.

Mendirikan Es Teler 77

Atas kesuksesan resep tersebut, menantu Murniati, Sukyatno Nugroho, terinspirasi untuk membuka restoran dengan menu utama es teler. Pada tahun 1982, mereka membuka restoran pertama Es Teler 77 di Duta Merlin, Jakarta Pusat. Restoran ini, yang merupakan bisnis keluarga, didirikan bersama suami Murniati, Trisno Budianto, dan putri mereka, Yenny Setia, serta Sukyatno Nugroho.

Seiring waktu, menu es teler yang disajikan di restoran ini semakin populer, didukung oleh berbagai hidangan lezat hasil masakan tangan Murniati dan Yenny. Restoran ini pun segera menjadi pilihan favorit banyak orang.

Perkembangan Es Teler 77

Pada tahun 1987, Es Teler 77 mulai mengubah model bisnisnya menjadi waralaba, yang menjadi salah satu tonggak sejarah dalam perkembangan restoran ini. Gerai pertama waralaba dibuka di Solo, dan sejak saat itu, Es Teler 77 mulai berkembang pesat di seluruh Indonesia. Saat ini, restoran ini memiliki lebih dari 140 cabang di seluruh tanah air.

Ekspansi Internasional

Tidak hanya sukses di dalam negeri, Es Teler 77 juga melebarkan sayapnya ke luar negeri. Gerai pertama di luar Indonesia dibuka di Singapura pada tahun 1988, meskipun sudah tutup beberapa tahun lalu. Selain itu, pada tahun 2000, Es Teler 77 membuka cabang di Melbourne, Australia. Gerai ini tidak hanya menarik minat diaspora Indonesia, tetapi juga warga lokal yang tertarik dengan kuliner Indonesia.

Menu Khas Es Teler 77

Es Teler 77 menawarkan berbagai menu lezat yang menggugah selera. Tentu saja, menu utama yang menjadi favorit adalah Es Teler, yang tersedia dalam dua varian: Es Teler 77 dan Es Teler Durian. Di samping itu, restoran ini juga menyajikan berbagai hidangan Indonesia lainnya, seperti bakso, mie ayam, ayam bakar, nasi goreng, dan soto ayam.

Baru-baru ini, mereka bahkan memperkenalkan menu baru, yaitu Es Teler Se-Ember yang disajikan dalam ember besar, yang menawarkan pengalaman berbeda bagi para pengunjung.

Sunday Dynasty Feast: Perayaan Cita Rasa Kanton yang Istimewa di Surabaya

Masakan khas Tiongkok, khususnya Chinese food, selalu memiliki tempat tersendiri di hati para pecinta kuliner. Salah satu wilayah yang terkenal dengan sajian autentiknya adalah Kanton, yang mengedepankan kesegaran bahan, keseimbangan rasa, serta teknik memasak seperti menumis dan mengukus. Hidangan populer seperti dim sum dan char siu menjadi contoh kelezatan khas Kanton yang mendunia.

Bulan April ini, Surabaya menghadirkan pengalaman kuliner Kanton otentik melalui acara spesial bertajuk Sunday Dynasty Feast. Diselenggarakan secara eksklusif pada dua hari Minggu, yakni 20 dan 27 April 2025, acara ini mengundang keluarga dan penikmat kuliner untuk menikmati sajian lezat di Legacy Ballroom. Menurut Lus Surianto, selaku Food & Beverage Manager, Sunday Dynasty Feast dirancang sebagai sebuah perayaan rasa yang tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menghadirkan pengalaman yang menyentuh semua indera.

Dengan keahlian tiga chef ekspatriat asal Tiongkok, lebih dari 150 menu khas Cantonese disajikan secara buffet. Pengunjung dapat menikmati aneka dim sum, hidangan laut segar, sup gurih, daging premium, hingga sajian mi dan nasi yang dimasak dengan teknik otentik. Suasana klasik oriental diperindah dengan alunan musik Violin dan Gu Zheng, menciptakan atmosfer bersantap yang elegan dan tenang.

Untuk keluarga yang membawa anak, tersedia Kids Corner yang dilengkapi es krim, popcorn, serta aktivitas tematik yang edukatif. Tak ketinggalan, Tea Master Brewing Experience juga hadir dengan sembilan pilihan teh Cina berkualitas untuk melengkapi perjalanan kuliner ini.

Gudeg Yu Djum: Legenda Kuliner Yogyakarta yang Terus Berkembang

Berkunjung ke Yogyakarta belum lengkap rasanya tanpa mencicipi gudeg, dan salah satu warung gudeg yang terkenal adalah Gudeg Yu Djum. Sejarah warung ini dimulai jauh sebelum 1950, ketika Djuwariyah, yang lebih dikenal dengan sebutan Yu Djum, menjajakan gudeg dengan pikulan. Awalnya, Yu Djum berkeliling menjual gudeg dari rumah ke rumah, melewati alun-alun dan Malioboro, sebelum akhirnya berjualan di Kampung Widjilan yang menjadi lokasi tetapnya. Seiring berjalannya waktu, para pelanggan setia mulai menunggu Yu Djum di sana, sehingga ia memutuskan untuk menyewa lapak kecil dan akhirnya memiliki warung permanen pada 1985.

Selama lebih dari 70 tahun, Gudeg Yu Djum memiliki ciri khas yang membedakannya dari warung gudeg lainnya. Salah satu keunikan Gudeg Yu Djum adalah jenis gudeg kering yang lebih tahan lama daripada gudeg basah. Gudeg kering ini bahkan bisa disimpan hingga dua minggu di dalam freezer, menjadikannya oleh-oleh yang praktis untuk wisatawan. Gudeg kering ini dibuat dari nangka yang berasal dari Prembun, Jawa Tengah, yang memiliki kandungan air lebih sedikit, sehingga lebih cocok untuk pembuatan gudeg. Telur bebek yang digunakan juga berasal dari Jawa Timur, dan areh khusus dibuat di Yogyakarta untuk menambah cita rasa.

Meskipun telah berdiri lama, Gudeg Yu Djum tetap menghadapi tantangan, salah satunya adalah dampak pandemi Covid-19. Selama pandemi, penutupan tempat wisata di Yogyakarta menyebabkan penurunan pelanggan. Namun, pada tahun 2022, situasi mulai membaik, dan Gudeg Yu Djum bahkan membuka cabang baru di Jakarta, setelah sebelumnya memiliki lebih dari 20 cabang di Yogyakarta. Cabang ini diharapkan dapat memenuhi kerinduan pelanggan yang ingin menikmati Gudeg Yu Djum tanpa harus pergi ke Yogyakarta.