Lezat dan Terjangkau, Ini 3 Kuliner Murah Meriah di Mojokerto yang Wajib Dicoba

Mojokerto dikenal tak hanya sebagai kota bersejarah, tetapi juga memiliki kekayaan kuliner yang menggoda selera dan ramah di kantong. Menyebar di berbagai wilayah, baik di kota maupun kabupatennya, tempat-tempat makan di Mojokerto hadir dengan beragam pilihan menu yang menarik. Masyarakat lokal maupun wisatawan bisa menemukan kuliner enak dengan harga terjangkau di warung, kedai, hingga kafe. Bahkan, banyak tempat makan yang menawarkan menu dengan harga di bawah Rp50.000, dan beberapa di antaranya bahkan lebih murah dari Rp20.000.

Salah satu tempat yang patut dikunjungi adalah Bakso Teler yang berada di Jalan Blimbing, Glonggongan, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto. Tempat ini menawarkan aneka pilihan bakso dengan harga mulai dari Rp7.000 saja. Buka setiap hari dari pukul 10.00 hingga 21.00 WIB, Bakso Teler menjadi favorit pecinta bakso karena rasanya yang nikmat dan harganya yang bersahabat.

Selanjutnya, ada Warung Sate Pak Djamil yang berlokasi di Jalan Veteran, tepat di depan Alun-Alun Mergelo, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto. Menu andalannya meliputi sate, rawon, pecel, dan berbagai minuman tradisional. Rata-rata harga makanan di sini berkisar antara Rp25.000 hingga Rp50.000. Warung ini melayani pelanggan setiap hari dari jam 08.00 hingga 14.00 WIB.

Tak kalah menarik, Kedai Homy di daerah Petok, Tunggalpager, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, menjadi destinasi kuliner lain yang wajib dicoba. Tempat ini menyajikan menu seperti nasi bakar, nasi telur, dan camilan khas dengan harga mulai dari Rp5.000 hingga Rp25.000. Selain itu, pengunjung juga bisa menikmati berbagai olahan kopi sambil bersantai. Kedai Homy buka setiap hari dari pukul 09.00 sampai 22.00 WIB, cocok untuk bersantai bersama teman atau keluarga.

Dengan banyaknya pilihan tempat makan yang murah meriah dan beragam menu, Mojokerto menjadi tujuan kuliner yang menarik bagi siapa saja yang ingin menikmati hidangan lezat tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam.

Mencicipi Kuliner Lezat di Pasar Modern Gading Serpong

Pasar Modern Gading Serpong, yang juga dikenal dengan nama Pasar Modern Paramount, terletak di kawasan Gading Serpong, Tangerang, Banten. Pasar ini menawarkan konsep yang lebih modern dibandingkan pasar tradisional pada umumnya, dengan tata letak yang rapi dan kenyamanan pengunjung yang diperhatikan. Di sini, Anda akan menemukan berbagai tenant yang menjual makanan khas dan lezat yang sayang untuk dilewatkan.

Salah satu kuliner yang wajib dicoba adalah Bakmi Aling, yang menyajikan mi kenyal dengan daging pilihan seperti babi cincang, babi merah, atau ayam kampung. Bakmi ini dilengkapi dengan berbagai topping seperti bakso goreng, kerupuk kulit babi, dan lapciong manis, menciptakan perpaduan rasa yang kaya. Porsi besar yang tersedia di sini juga sangat mengenyangkan, cocok untuk Anda yang datang dengan perut lapar.

Jika Anda mencari hidangan hangat yang pas untuk cuaca yang tidak menentu, Tenda Bubur Ikan Pontianak adalah pilihan yang tepat. Bubur dan sop ikan di tempat ini memiliki kuah yang gurih dengan daging ikan yang lembut dan tekstur kenyal dari lemak ikan yang tetap dipertahankan, memberikan cita rasa yang berbeda dan menggugah selera.

Untuk pencinta nasi kuning, Nasi Kuning Tenda Suan menjadi favorit di pasar ini. Hidangan nasi kuning yang disajikan lengkap dengan ayam goreng, tempe orek, telur, dan sambal pedas ini sangat menggoda. Bumbu kuning yang meresap sempurna pada nasi serta serundeng yang menambah cita rasa membuat setiap suapan begitu nikmat.

Dengan berbagai pilihan kuliner yang menggugah selera, Pasar Modern Gading Serpong adalah tempat yang sempurna untuk memanjakan lidah Anda.

Sate Pak Pur Tawangmangu: Legenda Kuliner Kambing Empuk Sejak 1971

Sate Pak Pur Tawangmangu sudah lama menjadi destinasi wajib bagi para pencinta kuliner yang berkunjung ke kawasan sejuk Tawangmangu, Karanganyar. Sejak berdiri pada tahun 1971, warung sate ini konsisten mempertahankan rasa autentiknya, memikat hati wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin mencicipi kelezatan khas sate kambing dari daerah ini. Kepopulerannya tak pernah pudar, menjadikan Sate Pak Pur sebagai ikon kuliner yang selalu diburu.

Warung ini memiliki beberapa cabang di area Tawangmangu dan sekitarnya, salah satunya yang cukup dikenal berada di Jl. Lawu No. 418, Karanganyar. Ada pula cabang lain yang strategis di Terminal Bus Tawangmangu, cocok bagi pelancong yang baru tiba atau hendak melanjutkan perjalanan. Selain itu, tersedia juga cabang di daerah Bomo, tepatnya di Nglebak, Kecamatan Tawangmangu.

Menu andalan di Sate Pak Pur tentu saja adalah sate kambing dengan daging empuk dan bumbu yang meresap sempurna. Tak hanya itu, tersedia juga pilihan sate ayam, sate sapi, serta hidangan tradisional seperti tongseng kambing dan gulai. Soal harga, cukup bersahabat, dengan kisaran Rp19.000 hingga Rp25.000 untuk sate kambing dan Rp15.000 hingga Rp25.000 untuk menu lainnya.

Jam operasional bervariasi di setiap cabang. Cabang utama buka dari pukul 07:30 hingga 20:00 WIB, sementara cabang Nglebak melayani dari pukul 09:00 hingga 17:00 WIB. Karena tingginya minat, terutama saat jam makan siang dan akhir pekan, pengunjung disarankan mengecek jam buka sebelum datang. Pengalaman menikmati Sate Pak Pur, lengkap dengan porsi besar dan menu unik seperti kepala kambing utuh, menjadi momen kuliner yang tak boleh dilewatkan.

Bishoku Culture Hadirkan Sensasi Kuliner Premium di AEON Mall BSD City

BSD City kembali menawarkan pengalaman baru bagi pecinta kuliner dengan kehadiran Bishoku Culture di AEON Mall BSD City. Area makan baru ini mengusung konsep modern dengan sentuhan budaya Jepang, di mana kata “Bishoku” berarti “lezat” dan sering digunakan untuk menggambarkan pengalaman bersantap yang elegan dan berkualitas tinggi. Bishoku Culture hadir untuk menghadirkan suasana makan yang nyaman, mewah, serta berkelas, melalui deretan tenant kuliner pilihan yang dikurasi secara selektif.

Peluncuran Bishoku Culture ini juga bertepatan dengan perayaan satu dekade AEON Mall BSD City beroperasi di Indonesia. Pembukaan area baru ini disertai dengan penyegaran desain interior, pilihan restoran yang lebih eksklusif, serta peningkatan berbagai fasilitas yang membuat pengunjung semakin betah. Menurut Hiroaki Kishiro selaku Senior General Manager Mall Operation AEON Mall BSD City, kehadiran Bishoku Culture merupakan bentuk apresiasi atas loyalitas pengunjung selama ini.

Sejumlah brand kuliner ternama kini turut meramaikan Bishoku Culture, di antaranya Fat Duck, Bijin Nabe, Leten Paradise Dynasty, Remboelan, Gyukatsu Kyoto Katsugyu, Greyhound Café, Dough Lab, hingga Expat Roasters. Tidak hanya menawarkan makanan lezat, area ini juga dilengkapi dengan fasilitas baru seperti Entrance Bishoku Culture yang terhubung langsung dengan Lobby Fuji, serta Nagomi Park, sebuah taman terbuka untuk bersantai. Tak ketinggalan, Fujidana Street yang menjadi ikon baru di depan Bishoku Culture juga dijadwalkan rampung pada Mei 2025.

Hamzah Sulaiman, Sosok Budayawan Yogyakarta yang Meninggalkan Warisan Tak Terlupakan

Hamzah Sulaiman, atau yang dikenal dengan nama Raminten, seorang seniman sekaligus pengusaha asal Yogyakarta, meninggal dunia pada Rabu (23/4) di usia 75 tahun. Ia menghembuskan napas terakhirnya setelah dirawat di Rumah Sakit Sardjito sejak Senin (21/4). Parjirono Wijoyo, perwakilan keluarga dan Tim Pengembangan Hamzah Batik, mengungkapkan bahwa Hamzah meninggal dunia akibat faktor usia dan riwayat penyakit gula yang dideritanya.

Hamzah dikenal luas di dunia kuliner dan budaya Yogyakarta, terutama melalui restoran ikoniknya, The House of Raminten, yang telah berdiri sejak 26 Desember 2008 di kawasan Kotabaru. Restoran ini tidak hanya menawarkan kuliner khas Jawa, tetapi juga suasana budaya tradisional yang kental, mulai dari dekorasi dengan ornamen Jawa, aroma dupa yang menenangkan, hingga staf yang mengenakan pakaian adat Keraton.

Nama Raminten sendiri berasal dari karakter yang ia tampilkan dalam pentas ketoprak di salah satu stasiun TV lokal, di mana ia berperan sebagai perempuan Jawa lengkap dengan kebaya, jarik, dan konde. Karakter tersebut akhirnya menjadi ikon yang melekat erat dengan dirinya dan restoran yang didirikannya.

Restoran The House of Raminten awalnya menjual aneka jamu, yang kemudian diikuti dengan menu sego kucing seharga Rp 1.000. Menu sederhana ini justru menjadi awal mula popularitas restoran tersebut. Hingga kini, sego kucing seribu rupiah tetap menjadi daya tarik utama bagi pengunjung.

Selain sebagai pemilik restoran, Hamzah juga mendirikan Hamzah Batik, yang dahulu dikenal dengan nama Mirota Batik Malioboro. Sebagai bentuk penghargaan atas kecintaannya terhadap budaya Jawa, ia dianugerahi gelar Kanjeng Mas Tumenggung Hamijinindyo oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Aroma Sate Babi Denpasar yang Sulit Ditolak, Nikmatnya Bikin Ketagihan

Aroma menggoda dari sate babi yang dipanggang di bawah rindangnya pepohonan di Jalan Merdeka, Kota Denpasar, Bali, kerap membuat pejalan kaki atau pengendara motor menoleh dan menelan ludah. Meski dijual di kaki lima, kelezatan sate ini tak bisa dianggap remeh. Teksturnya empuk, rasanya gurih dengan sentuhan manis, serta sambal pedas yang memanjakan lidah. Tian Darfiano, seorang pekerja di bidang media kreatif, mengaku sate babi ini menjadi salah satu jajanan favoritnya. Ia biasa menikmati hidangan ini saat sore hari, sekitar pukul 15.00 hingga 17.00 WITA, ketika cuaca tak terlalu panas dan suasana jalanan semakin hidup.

Penjual sate, Putu Wira yang berusia 24 tahun, terlihat sibuk memanggang tusukan daging dengan kipas bambu di tangan. Ia jarang banyak bicara karena fokus pada proses memanggang. Dalam sehari, ia bisa menjual hingga 700 tusuk sate, yang sebelumnya telah direndam dalam bumbu rempah khas Bali atau yang dikenal sebagai base genep. Setelah matang, sate disajikan bersama potongan tipat dan sambal sesuai selera pembeli.

Dengan harga Rp 25 ribu, pembeli mendapatkan delapan tusuk sate plus lontong. Warung milik Putu ini buka setiap hari dari pukul 09.00 hingga 18.00 WITA. Tak hanya warga lokal, para wisatawan juga sering memesan sebagai oleh-oleh, baik dalam kondisi matang maupun mentah yang sudah dibumbui. Putu menyarankan agar sate ini dikonsumsi maksimal dalam satu hari agar tetap segar dan nikmat.

4 Kuliner Murah dan Enak yang Wajib Dicoba di Bogor

Bogor dikenal dengan kuliner yang beragam dan menggugah selera. Bagi kamu yang ingin mencoba kuliner di kota yang terkenal dengan julukan Kota Hujan ini, ada beberapa pilihan yang tidak hanya enak tetapi juga terjangkau. Dari kuliner tradisional hingga modern, Bogor punya semuanya!

Salah satu kuliner khas yang wajib dicoba adalah Soto Kuning Pak Yusuf. Soto ini memiliki kuah kuning yang gurih, dengan isian daging sapi dan rempah yang kaya. Soto Kuning Pak Yusuf terletak di Jl. Surya Kencana No. 244 dan menjadi salah satu tempat legendaris yang banyak disukai para pengunjung. Selain itu, kamu juga bisa mencicipi Soto Bogor Pak Salam di Jl. Siliwangi No. 298.

Selanjutnya, ada Cungkring Pak Jumat yang menawarkan hidangan kikil sapi dimasak dengan bumbu kuning. Cungkring disajikan dengan lontong, tempe goreng, rempeyek, dan bumbu kacang yang nikmat. Cungkring Pak Jumat dapat ditemukan di jalan Suryakencana No. 285. Suryakencana No. 285 dan menjadi tempat terbaik untuk menikmati hidangan ini.

Tak ketinggalan, Asinan Bogor yang terkenal dengan campuran buah-buahan dan sayuran segar disiram dengan kuah pedas dari cabai merah. Toko Asinan Asli Bogor di Jl. H. Juanda No. 90 menjadi tempat legendaris untuk menikmati sajian asinan yang segar ini.

Terakhir, kamu bisa mencoba Laksa Bogor Pak Inin yang merupakan perpaduan kuliner Melayu dan Tionghoa. Dengan ketupat, bihun, tauge, dan kuah kental yang kaya akan rempah, Laksa Bogor Pak Inin yang terletak di Jl. RE. Soemantadiredja, Kec. Cijeruk, juga menjadi pilihan kuliner yang wajib dicoba.

Dengan berbagai kuliner yang lezat dan harga terjangkau, Bogor adalah surga kuliner yang tak boleh dilewatkan.

Gudeg Mbok Lindu, Cita Rasa Legendaris yang Tak Terlupakan di Jantung Jogja

Saat mengunjungi Yogyakarta, salah satu kuliner yang wajib dicoba adalah gudeg. Makanan khas ini sudah menjadi bagian dari identitas kota pelajar dan bisa ditemukan dengan mudah di berbagai sudut kota. Salah satu tempat yang paling terkenal untuk mencicipi gudeg otentik adalah Gudeg Mbok Lindu, sebuah warung legendaris yang menyajikan cita rasa khas sejak puluhan tahun lalu dan kini diteruskan oleh anak pemiliknya.

Asal-usul gudeg sendiri dapat ditelusuri hingga abad ke-15 saat pembangunan Kerajaan Mataram Islam di Alas Mentaok, Kotagede. Hidangan ini dulunya dibuat oleh para pekerja sebagai sumber tenaga. Seiring waktu, popularitasnya meluas hingga ke wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan Jakarta. Gudeg Mbok Lindu dikenal dengan rasanya yang unik, tidak hanya manis tetapi juga memiliki sentuhan pedas yang menggugah selera. Penyajian gudeg dilengkapi berbagai lauk pilihan seperti ayam, telur, krecek, tempe, tahu, ati, dan ampela, serta nasi hangat yang pas disantap saat perut keroncongan.

Harga makanan di sini pun ramah di kantong, dimulai dari Rp15.000 per porsi. Bagi wisatawan yang ingin membawa pulang sebagai oleh-oleh, tersedia juga paket besek dan versi frozen yang dikemas vakum agar lebih tahan lama, dengan harga mulai Rp50.000 hingga Rp350.000 tergantung isi. Lokasi kedai berada di Jalan Sosrowijayan No.41-43, hanya berjarak sekitar 500 meter dari halte Trans Jogja jika berangkat dari Malioboro. Gudeg Mbok Lindu menjadi pilihan tepat bagi siapa saja yang ingin menikmati kuliner otentik Jogja dengan rasa dan sejarah yang mendalam.

Gudeg, Warisan Rasa dari Hutan ke Meja Makan Yogyakarta

Gudeg adalah salah satu kuliner legendaris yang tak bisa dilepaskan dari budaya Yogyakarta. Hidangan bercita rasa manis dengan warna cokelat pekat ini telah menjadi identitas kuliner daerah, dikenal karena kekhasannya dalam pengolahan dan rasa. Dibuat dari nangka muda yang direbus dalam santan bersama aneka rempah seperti daun salam, lengkuas, dan gula jawa, gudeg menawarkan kelezatan yang kaya aroma dan tahan lama. Proses memasaknya yang memakan waktu lama menjadi kunci dalam menciptakan rasa lembut dan mendalam yang khas.

Menelusuri asal-usul gudeg membawa kita pada cerita masa lampau, tepatnya di era berdirinya Kesultanan Mataram pada akhir abad ke-16. Saat itu, para prajurit yang membuka wilayah baru di hutan Yogyakarta menghadapi keterbatasan bahan makanan. Di tengah keterbatasan itu, mereka menemukan kelimpahan buah nangka muda dan kelapa. Karena nangka muda tidak bisa dikonsumsi mentah, mereka pun mengolahnya dengan merebus dalam santan di kuali besar, diaduk perlahan dengan kayu. Kegiatan mengaduk tersebut dalam bahasa Jawa dikenal sebagai “hangudêk”. Dari sinilah kata “gudeg” dipercaya berasal, menjadi nama hidangan yang kini melegenda.

Dengan sejarah yang kaya dan proses pembuatan yang istimewa, gudeg bukan sekadar makanan, melainkan simbol perjalanan budaya dan kearifan lokal. Sajian ini menjadi bukti bahwa kuliner dapat menyimpan nilai historis yang mengakar dalam identitas suatu daerah, khususnya Yogyakarta.

Papeda: Makanan Tradisional dari Maluku dan Papua yang Penuh Makna

Papeda, hidangan khas yang berasal dari daerah Papua dan Maluku, memiliki sejarah yang mendalam dalam tradisi kuliner masyarakat setempat. Terbuat dari sagu, papeda menjadi simbol penting dari kehidupan sehari-hari warga yang bergantung pada alam untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Sagu, yang menjadi bahan utama dalam pembuatan papeda, telah lama digunakan sebagai sumber karbohidrat utama, terutama di daerah pesisir dan dataran rendah Papua. Hidangan ini tidak hanya menggambarkan kekayaan rasa, tetapi juga nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Papeda memiliki tekstur yang kental dan lengket, berbeda dengan olahan sagu lainnya yang lebih dikenal seperti sagu bakar atau sagu lempeng. Meski tidak ditemukan di seluruh wilayah Papua, papeda memiliki tempat khusus di kalangan masyarakat adat, terutama di sekitar Danau Sentani, kawasan Taikat di Arso, dan Manokwari. Di daerah-daerah ini, papeda bukan hanya sebuah makanan, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari upacara adat dan kehidupan sosial mereka.

Sebagai hidangan yang sarat makna, papeda umumnya disajikan bersama lauk-pauk khas, seperti ikan kuah kuning atau ikan bakar, yang menambah kenikmatannya. Makanan ini menjadi simbol dari keberagaman kuliner Papua yang kaya akan tradisi dan budaya. Meski tidak sepopuler hidangan sagu lainnya, papeda tetap memiliki peranan penting dalam memperkaya warisan kuliner Indonesia, dan patut dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya yang perlu dijaga.