Tips Menjalani Hari Pertama Puasa dengan Nyaman, Hindari Makanan Pedas dan Kopi

Menjalani puasa di hari pertama memang memerlukan penyesuaian, terutama dalam pola makan dan asupan nutrisi. Agar tubuh tetap bertenaga dan tidak mudah merasa lapar, ada beberapa cara yang bisa dilakukan.

Selain menyiapkan makanan untuk sahur dan berbuka, penting juga untuk mulai mengatur pola makan sebelum Ramadan tiba. Hal ini bertujuan agar tubuh dapat lebih mudah beradaptasi selama menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.

Penyesuaian bisa dimulai dengan mengatur kebiasaan sehari-hari, seperti mengurangi konsumsi kafein, menghindari makanan pedas, serta memperbanyak asupan air putih agar tubuh tetap terhidrasi.

Berikut adalah lima kebiasaan makan yang bisa diterapkan untuk mempersiapkan tubuh menjalani puasa di hari pertama:

1. Kurangi Konsumsi Makanan Pedas

Bagi pecinta makanan pedas, ada baiknya menghindari makanan berbumbu tajam saat sahur. Tubuh yang belum terbiasa dengan perubahan pola makan bisa bereaksi lebih sensitif terhadap makanan pedas, yang dapat menyebabkan iritasi lambung atau membuat tenggorokan terasa kering.

Selain itu, makanan pedas juga dapat meningkatkan rasa haus lebih cepat. Jika tetap ingin mengonsumsi makanan pedas, bisa diimbangi dengan mengonsumsi buah-buahan seperti semangka atau melon untuk membantu menyegarkan tenggorokan.

2. Batasi Asupan Kopi

Kafein dalam kopi memiliki efek diuretik yang dapat membuat tubuh lebih cepat kehilangan cairan, sehingga meningkatkan risiko dehidrasi saat berpuasa.

Agar tubuh lebih siap, sebaiknya mulai mengurangi asupan kopi beberapa minggu sebelum Ramadan. Jika sulit berhenti secara langsung, bisa dilakukan secara bertahap, misalnya mengurangi jumlah konsumsi kopi dari dua cangkir menjadi satu cangkir per hari.

Sebagai alternatif, bisa mengganti kopi dengan teh herbal atau teh hijau yang memiliki kandungan kafein lebih rendah.

3. Hindari Konsumsi Karbohidrat Berlebihan

Saat sahur, mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang cepat turun, sehingga tubuh mudah merasa lemas saat puasa.

Lebih baik memilih makanan tinggi serat seperti sayuran, buah-buahan, dan protein seperti daging, telur, atau kacang-kacangan. Kombinasi makanan ini akan membantu menjaga energi tubuh lebih stabil sepanjang hari.

4. Pastikan Tubuh Tetap Terhidrasi

Selama Ramadan, waktu untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh menjadi lebih terbatas. Oleh karena itu, penting untuk mengatur konsumsi air putih dengan baik.

Disarankan untuk minum air secara berkala mulai dari berbuka hingga sahur. Menurut penelitian, rata-rata orang dewasa membutuhkan 2-3 liter air per hari. Untuk memenuhi kebutuhan ini, bisa dimulai dengan membiasakan minum minimal delapan gelas sehari dan meningkatkannya sesuai kebutuhan tubuh.

5. Jangan Lewatkan Sahur

Sebagian orang mungkin merasa tidak terbiasa bangun dini hari untuk makan sahur, terutama di awal Ramadan. Namun, melewatkan sahur bisa membuat tubuh lebih cepat lemas dan berisiko mengalami kelelahan ekstrem.

Ahli gizi menyarankan agar sahur tidak dilewatkan, karena dapat membantu menjaga metabolisme tubuh tetap stabil, meningkatkan fokus, serta mendukung kesehatan pencernaan. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang saat sahur juga akan membantu tubuh lebih kuat menjalani puasa sepanjang hari.

Dengan menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini, tubuh akan lebih siap menjalani ibadah puasa dengan nyaman dan sehat. Selamat berpuasa!

Kenangan Manis Ramadan: Makanan Nostalgia yang Selalu Dirindukan

Bulan Ramadan selalu menghadirkan kenangan istimewa, terutama melalui berbagai hidangan khas yang hanya muncul di waktu-waktu tertentu. Setiap menu berbuka puasa tidak hanya berfungsi sebagai pelepas dahaga dan lapar, tetapi juga membawa nostalgia tentang kebersamaan keluarga dan tradisi turun-temurun. Salah satu makanan yang selalu menjadi favorit adalah kolak pisang. Hidangan ini menggabungkan pisang kepok matang, ubi, santan, gula aren, dan daun pandan, menciptakan aroma khas yang mengingatkan pada suasana rumah di masa kecil.

Selain itu, minuman segar seperti es buah dan es blewah juga tak pernah absen dari meja berbuka. Perpaduan buah-buahan segar dengan sirup manis serta es batu menghadirkan kesegaran yang sangat dinantikan setelah seharian berpuasa. Bubur sumsum pun menjadi pilihan banyak orang karena teksturnya yang lembut dengan siraman kuah gula merah yang memberikan rasa manis yang nikmat. Hidangan ini sering kali disajikan oleh orang tua atau nenek, membuatnya semakin bernilai secara emosional.

Tak kalah istimewa, jajanan tradisional seperti kue lupis dan kue jongkong juga menjadi favorit. Lupis dengan kelapa parut serta gula merah cair memberikan kombinasi rasa gurih dan manis yang menggoda, sementara kue jongkong dengan teksturnya yang lembut menghadirkan sensasi unik yang sulit dilupakan. Kurma dan kolang-kaling pun menjadi simbol Ramadan yang selalu dinantikan, baik dinikmati langsung maupun diolah menjadi sajian berbuka yang menggugah selera.

Martabak, baik manis maupun telur, juga menjadi primadona saat Ramadan tiba. Aromanya yang menggoda saat baru matang sering kali mengingatkan pada momen ngabuburit di pasar Ramadan. Setiap makanan yang hadir di bulan suci ini bukan hanya sekadar hidangan, tetapi juga menyimpan cerita dan kenangan indah yang selalu dirindukan. Apa makanan nostalgia favorit Anda saat Ramadan?

Sarapan Hotel Makin Seru! Live Cooking Jadi Daya Tarik Baru

Sarapan di hotel kini telah mengalami transformasi yang signifikan, beralih dari sekadar waktu makan pagi menjadi pengalaman kuliner yang penuh petualangan. Menurut Chief Operating Officer (COO) Topotels Hotels and Resorts, Rudin, tren sarapan yang dulu identik dengan konsep buffet kini mulai bergeser menuju live cooking dan semi live cooking. “Saat ini, tamu tidak hanya sekadar menikmati hidangan, mereka ingin melihat langsung proses memasak yang terjadi di depan mata mereka. Ini tidak hanya meningkatkan pengalaman makan, tetapi juga menciptakan sensasi unik dan petualangan rasa yang lebih mendalam,” ujar Rudin.

Perubahan tren ini juga dipengaruhi oleh dua faktor utama: efisiensi dan keberlanjutan. Konsep buffet yang sering kali menyebabkan pemborosan makanan kini dianggap kurang ramah lingkungan. Sebagai alternatif, banyak hotel kini memilih untuk mengadopsi konsep semi live cooking, yang lebih mengutamakan penyajian hidangan dengan lebih efisien dan mengurangi sampah makanan. “Meskipun setiap konsep memiliki kelebihan tersendiri, live cooking memberikan pengalaman yang lebih personal dan menarik bagi para tamu,” tambah Rudin.

Lebih dari sekadar tempat untuk menginap, hotel kini berfungsi sebagai destinasi kuliner itu sendiri. “Setiap hotel harus memiliki daya tarik khusus atau unique selling point, termasuk dalam hal penyajian makanan,” tegas Rudin. Salah satu contoh sukses adalah Aruna Senggigi Resort and Convention di Lombok, yang berhasil menarik perhatian dengan konsep sarapan di taman dan angkringan di tepi pantai, memberikan suasana yang tidak hanya memanjakan lidah tetapi juga mata.

Yonto Wongso, CEO Topotels Hotels and Resorts, menambahkan bahwa kuliner kini menjadi faktor penentu dalam kesuksesan penjualan hotel. “Sarapan tidak lagi hanya soal menu makanan, tetapi juga bagaimana menciptakan pengalaman yang lebih menyeluruh, termasuk memperkenalkan cita rasa lokal yang autentik. Banyak tamu dari luar daerah ingin mencicipi hidangan khas setempat, dan kami berusaha menghadirkan rasa warung tradisional ke dalam setting hotel tanpa terikat pada cara penyajian F&B yang terlalu formal,” kata Yonto.

Menanggapi perkembangan ini, banyak hotel yang mulai mengadopsi konsep fusion food, menggabungkan cita rasa khas Indonesia dengan berbagai masakan internasional seperti Jepang, Korea, Oriental, dan Eropa. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan variasi menu, tetapi juga memberikan pengalaman sarapan yang lebih beragam dan menggugah selera, yang pastinya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para tamu yang mencari sesuatu yang baru dalam setiap suapan.

Harga Sate di Restoran Mewah Ini Bikin Kaget, Tembus Rp 475 Ribu per Porsi!

Harga makanan di restoran mewah sering kali mengejutkan banyak orang, terutama jika yang disajikan adalah hidangan tradisional khas Indonesia. Banyak yang menganggap makanan khas Nusantara identik dengan harga yang terjangkau, padahal faktor kualitas bahan dan tempat penyajian juga mempengaruhi harga.

Seorang pengguna TikTok dengan akun @claraairina membagikan pengalaman pribadinya saat bersantap di restoran eksklusif yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah. Dalam unggahannya, ia memperlihatkan total tagihan yang mencapai Rp 2 juta setelah memesan beberapa menu.

Salah satu hidangan yang dipesannya adalah sate kambing seharga Rp 415.000 per porsi dan sate rembiga khas Lombok yang dibanderol Rp 475.000 karena menggunakan daging wagyu. Sate tersebut disajikan dalam lima tusuk lengkap dengan kuah sop, empat potong lontong, serta plecing kangkung.

Tak hanya itu, ia juga memesan es teler dengan harga Rp 215.000. Es teler ini disajikan dalam bentuk es serut dengan sirup manis serta tambahan satu scoop es krim vanilla.

Selain makanan utama, ia juga membeli air mineral dengan harga Rp 160.000 dan buah potong seharga Rp 175.000. Setelah ditambah pajak dan biaya layanan, total tagihannya mencapai Rp 2.063.000.

Unggahan ini sontak menjadi viral dan menuai beragam reaksi dari warganet. Banyak yang mengaku terkejut dengan harga makanan di restoran tersebut, meskipun memang dikenal sebagai tempat makan mewah dengan konsep eksklusif.

Restoran tersebut terletak di dalam resort mewah yang menawarkan pemandangan alam yang menenangkan. Dengan desain arsitektur khas Indonesia-Jerman dan pelayanan kelas atas, tak heran harga makanan di sana pun cukup tinggi. Tarif menginap per malam di resort ini bahkan bisa mencapai Rp 23 juta.

Bagaimana menurutmu? Apakah kamu tertarik mencoba pengalaman makan di restoran ini?


Versi ini sudah berbeda dari sumber aslinya tetapi tetap menyampaikan informasi dengan jelas. Jika butuh penyesuaian lebih lanjut, beritahu saja! 😊

Suguhkan Rasa Unik, Barista Ini Jadi Jawara di IBC 2025

Awal tahun 2025 menjadi momen penting bagi industri kopi Indonesia, dengan terselenggaranya Indonesian Barista Championship (IBC) 2025. Ajang bergengsi ini kembali menghadirkan inovasi serta kreativitas dari para barista berbakat Tanah Air, yang berkompetisi untuk menampilkan keahlian terbaik mereka dalam meracik kopi.

Kompetisi yang berlangsung di ICE BSD ini diikuti oleh 19 peserta, dan setelah melewati berbagai tahapan penjurian yang ketat, Muhammad Aga berhasil keluar sebagai Juara 1. Kemenangannya ini melanjutkan tradisi juara dari Mikael Jasin, yang sebelumnya meraih gelar pada IBC 2024.

Kreasi Unik dengan Sentuhan Coconut Milk

Di usia 34 tahun, Muhammad Aga berhasil mencuri perhatian juri dengan inovasi minuman kopinya yang menggunakan coconut milk dari Ellenka Barista Series. Kombinasi rasa kopi yang khas dengan tekstur creamy dari coconut milk menghasilkan kreasi yang tidak hanya lezat, tetapi juga unik dibandingkan dengan peserta lainnya.

Menurut para juri, pemilihan bahan yang tepat serta teknik penyajian yang sempurna membuat minuman racikan Aga memiliki lapisan rasa yang kaya dan seimbang. Keunggulan ini membawanya meraih posisi pertama, diikuti oleh Raymond Ali di tempat kedua dan Patrik Vinsensius di posisi ketiga.

Aga sendiri mengakui bahwa penggunaan coconut milk dari Ellenka Barista Series memberikan sentuhan berbeda dalam minuman buatannya.

“Saya sangat menyukai teksturnya, karena konsep minuman yang saya buat memang harus memiliki tekstur creamy,” ungkap Aga dalam keterangannya, Kamis (27/2/2025).

IBC 2025: Ajang Bergengsi dengan Kehadiran Figur Penting Dunia Kopi

Indonesian Barista Championship 2025 berlangsung bersamaan dengan BRI UMKM EXPORT, yang digelar pada 30 Januari hingga 2 Februari 2025. Ajang ini tidak hanya dihadiri oleh para peserta dan pecinta kopi, tetapi juga menarik perhatian sejumlah influencer dan figur penting dalam dunia kopi. Beberapa di antaranya adalah Heri Vinolio (@dikirabarista) dan Bapak Magic (@efenerr), yang turut meramaikan acara ini.

Tak hanya itu, kehadiran Mikael Jasin dan Taufan Mokoginta, dua pemenang kompetisi kopi tingkat internasional, semakin menegaskan bahwa IBC adalah ajang yang memiliki peran besar dalam perkembangan industri kopi Indonesia.

Ellenka Barista Series Hadirkan Pengalaman Baru bagi Penikmat Kopi

Dalam kompetisi ini, Ellenka Barista Series juga memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk mencicipi berbagai kreasi minuman berbasis coconut milk. Beberapa minuman yang menarik perhatian adalah Hojicha Coconut Iced Latte, racikan ahli teh ternama Ratna Somantri, serta minuman inovatif yang terinspirasi dari mango sticky rice, hasil kreasi Mikael Jasin selaku World Barista Champion.

Salah satu juri dalam kompetisi ini, Evani Jesslyn, juga memberikan pandangannya tentang penggunaan coconut milk dari Ellenka Barista Series dalam kopi.

“Rasanya creamy dan sangat cocok untuk berbagai aplikasi minuman, baik kopi maupun jenis lainnya,” ujarnya.

Keberadaan Ellenka Barista Series di industri kopi Tanah Air bertujuan untuk menghadirkan inovasi baru dan memberikan pilihan alternatif bagi penikmat kopi. Dengan meningkatnya kesadaran akan gaya hidup sehat, produk berbasis tumbuhan seperti coconut milk semakin diminati, terutama oleh mereka yang memiliki intoleransi laktosa atau mencari opsi lebih ramah lingkungan.

Dari sisi keberlanjutan, penggunaan coconut milk juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan, sekaligus memperluas opsi bagi pecinta kopi yang ingin menikmati cita rasa baru tanpa mengorbankan kualitas maupun kenyamanan.

Ajang IBC 2025 tidak hanya menjadi tempat bagi para barista untuk unjuk kebolehan, tetapi juga membuktikan bahwa inovasi dalam industri kopi terus berkembang. Kehadiran produk-produk inovatif seperti Ellenka Barista Series semakin memperkaya pengalaman menikmati kopi bagi masyarakat Indonesia.

Nasi Tekor, Kuliner Tradisional Bali yang Hadirkan Nostalgia dalam Balutan Daun Pisang

Pulau Bali tidak hanya terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, tetapi juga dengan kuliner tradisionalnya yang masih bertahan dari generasi ke generasi. Salah satu warung makan yang mempertahankan tradisi tersebut adalah Warung Nasi Tekor di Desa Kertalangu, Denpasar. Warung ini menawarkan pengalaman kuliner tempo dulu yang autentik, di mana seluruh sajian disiapkan dan disajikan dengan cara tradisional. Begitu memasuki warung, nuansa klasik langsung terasa melalui penggunaan bambu dan kayu sebagai elemen utama dekorasi, ditambah berbagai pernak-pernik bernuansa jadul yang semakin menghidupkan suasana khas Bali tempo dulu.

Nasi Tekor sendiri memiliki keunikan dalam penyajiannya. Tekor dalam bahasa Bali merujuk pada alas makan dari daun pisang yang dibentuk menyerupai kuncup segitiga. Pemanfaatan daun pisang ini tidak hanya sekadar mempertahankan nilai tradisi, tetapi juga memiliki manfaat fungsional. Daun pisang mampu mencegah kuah makanan menjadi terlalu kental serta memiliki sifat antimikroba yang baik untuk makanan. Resep autentik Nasi Tekor ini telah diperkenalkan oleh pemiliknya, Pande Nyoman Darta atau yang akrab disapa Pekak Tekor, sejak tahun 2015. Kehadiran warung ini tidak hanya sebagai tempat makan, tetapi juga sebagai bagian dari pelestarian kuliner khas Bali melalui Boga Bali Living Museum, yang berfungsi sebagai sarana interaksi, edukasi, dan pengenalan budaya.

Dalam satu porsi Nasi Tekor, pengunjung dapat menikmati berbagai hidangan khas yang berbahan dasar ayam, seperti ares ayam yang merupakan sayur dari batang pisang muda, sate ayam, telur ayam, dan serapah ayam, yaitu olahan daging ayam setengah basah yang kaya bumbu. Tak hanya itu, ada pula aneka jajanan tradisional seperti godoh pisang, godoh sele, godoh tape, dan limpang limpung yang semakin menambah kesan nostalgia. Harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp20 ribu per porsi, sehingga dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. Warung Nasi Tekor saat ini buka dari pukul 08.00 WITA hingga 17.00 WITA, namun ke depannya Pekak Tekor berencana memperpanjang jam operasional hingga malam hari agar lebih banyak pengunjung dapat menikmati hidangan tradisional ini.

Bakmi Gang Kelinci: Perjalanan Kuliner Legendaris Sejak 1957

Sejak pertama kali berdiri pada tahun 1957, Bakmi Gang Kelinci telah menjadi salah satu ikon kuliner Indonesia yang dikenal dengan cita rasa khasnya. Resep turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi membuat keasliannya tetap terjaga hingga saat ini. Kenny Sukiman, pemilik generasi kedua Bakmi Gang Kelinci, menceritakan bahwa bisnis ini pertama kali dirintis oleh ibunya, Maya, yang awalnya berjualan di depan Bioskop Globe. Namun, akibat kebijakan pemilik gedung, ia terpaksa mencari tempat lain hingga akhirnya membuka usaha di rumah dengan saran dari kakek dan neneknya.

Dalam perjalanannya, usaha ini berkembang pesat hingga akhirnya berpindah ke belakang Kongsi Nomor 16, Pasar Baru, Jakarta. Popularitas Bakmi Gang Kelinci semakin meningkat, dan pada tahun 1975, keluarganya memutuskan untuk membuka gerai di lokasi yang lebih strategis. Meskipun mempertahankan resep asli, Kenny mengakui bahwa beberapa inovasi dilakukan dalam menu agar tetap relevan dengan selera pelanggan. Jika dahulu hanya menyajikan bakmi rebus, kini tersedia berbagai varian menu baru yang semakin beragam.

Saat ini, Bakmi Gang Kelinci menawarkan lebih dari seratus pilihan menu dengan harga yang tetap terjangkau. Salah satu menu andalannya adalah bakmi ayam seharga Rp38 ribu per porsi, atau Rp60 ribu untuk dua porsi dengan diskon Rp8 ribu. Kenny merekomendasikan bakmi spesial berbahan telur bebek yang memiliki tekstur lebih halus dan banyak diminati pelanggan. Selain bakmi, nasi goreng yang resepnya diwariskan dari sang ayah juga menjadi favorit banyak orang, menambah kekayaan cita rasa yang ditawarkan oleh Bakmi Gang Kelinci.

Bakso Solo Kidul Pasar: Legenda Kuliner Malang yang Bertahan Tiga Generasi

Kota Malang dikenal sebagai surga bagi pecinta bakso. Salah satu kuliner legendaris yang telah menjadi bagian dari sejarah kota ini adalah Bakso Solo Kidul Pasar, yang berdiri sejak tahun 1965. Warung bakso ini terkenal dengan cita rasa khasnya yang berasal dari kuah kaya rempah, meski pilihan isiannya lebih sederhana dibandingkan bakso Malang pada umumnya. Nama Bakso Solo Kidul Pasar sendiri diambil dari kisah pendirinya, almarhum Suparno, yang berasal dari Solo.

Awalnya, Suparno sempat berjualan bakso di Jember selama lima tahun, namun usahanya terhenti. Tak menyerah, ia memulai kembali bisnis baksonya di Malang, tepatnya di selatan Pasar Besar Malang—lokasi yang kemudian menginspirasi nama “Kidul Pasar.”

“Dulu, kakek memulai usaha ini dengan gerobak di pinggir jalan,” ujar Seto Sindu Mardi, cucu Suparno yang kini menjadi generasi ketiga penerus usaha keluarga tersebut. Seiring waktu, bisnis bakso ini terus berkembang. Pada tahun 1990, warung utama pindah ke Jalan Sartono SH, daerah Comboran, yang kini menjadi pusat utama usaha. Cabang lainnya kemudian dibuka di Jagalan, Jalan Halmahera (1996), Blimbing (1997), dan Karangploso (2015), yang dikelola oleh paman Sindu.

Di usia 25 tahun, Sindu mulai diberikan tanggung jawab untuk melanjutkan bisnis keluarga ini. Meski baru terlibat sekitar 30 persen dalam pengelolaan—terutama di bidang pemasaran dan penyelenggaraan acara—ia terus belajar untuk mempersiapkan diri. Sementara itu, operasional harian masih dikelola oleh ayahnya, Mardi Pawirosemito.

Warisan Ilmu dan Tantangan Generasi Ketiga

Bagi Sindu, bisnis ini bukan sekadar mata pencaharian, melainkan warisan keluarga yang harus dijaga dan dilestarikan. Di tengah keluarganya yang banyak berkarier sebagai dokter dan pegawai, ia memilih untuk meneruskan usaha bakso yang dirintis kakeknya.

“Kalau kakek dulu memulai dari nol, masa cucunya tidak mau melanjutkan? Saya pribadi tidak terpikir untuk menekuni bidang lain. Fokus saya tetap di bisnis ini,” ungkapnya. Sejak kecil, Sindu sudah akrab dengan suasana warung, termasuk membantu orang tuanya berbelanja ke pasar.

Ia menyadari bahwa generasi ketiga memiliki tantangan tersendiri dalam mempertahankan bisnis keluarga. “Generasi ketiga itu yang paling rentan. Risiko kegagalan tinggi, tapi kalau punya strategi dan komitmen, bisnis bisa terus bertahan,” jelasnya. Saat ini, Sindu tengah menyelesaikan studi S2 di Universitas Brawijaya Malang sambil tetap mempelajari seluk-beluk bisnis keluarga.

Setiap hari, Bakso Solo Kidul Pasar menghabiskan sekitar 80 kilogram daging sapi, di mana setiap kilogramnya dapat menghasilkan sekitar 80 butir bakso—tergantung kualitas daging yang digunakan. Untuk memenuhi selera pelanggan, warung ini terus berinovasi. Salah satu contohnya adalah penambahan menu pangsit goreng pada tahun 2006, yang awalnya dibuat untuk konsumsi pribadi, tetapi justru diminati pelanggan hingga kini.

“Mempertahankan bisnis bukan hanya soal menjaga resep turun-temurun, tetapi juga memahami ritme usaha, mulai dari produksi hingga pelayanan. Ada tradisi lama yang harus dipertahankan, tetapi kami juga perlu beradaptasi dengan cara baru agar tetap relevan,” kata Sindu.

Salah satu strategi yang diterapkan adalah mempelajari pola konsumsi pelanggan. Sebagai contoh, produksi bakso dikurangi pada hari Senin karena jumlah pelanggan biasanya lebih sedikit, sedangkan pada akhir pekan, produksinya ditingkatkan. Selain itu, faktor musim hujan dan masa liburan juga memengaruhi jumlah produksi.

Inovasi Digital dan Ekspansi ke Pasar Global

Untuk menjawab kebutuhan pelanggan di era digital, Bakso Solo Kidul Pasar mulai memanfaatkan platform online tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional bisnis keluarga. Sejak tahun 2023, mereka mulai memasarkan produk frozen yang dapat dikirim ke berbagai kota di Indonesia, bahkan hingga ke Italia dan Hong Kong.

“Awalnya, ada pelanggan dari luar kota yang ingin menikmati bakso kami. Papa sempat bertanya, ‘Le, ada yang pesan frozen, gimana?’ Akhirnya, kami coba jalankan, meski awalnya banyak tantangan,” ujar Sindu.

Selain layanan frozen, promosi bisnis ini kini memanfaatkan media sosial seperti Instagram, TikTok, dan website resmi. Namun, Sindu tetap mempertahankan metode promosi klasik, seperti dari mulut ke mulut, yang selama ini terbukti efektif. “Kami tidak menggunakan gimmick berlebihan. Prinsip kami adalah pertumbuhan yang stabil dan berkelanjutan,” jelasnya.

Meski banyak bisnis kuliner yang berkembang melalui sistem franchise, Bakso Solo Kidul Pasar memutuskan untuk tetap dikelola oleh keluarga. Pesan sang kakek agar tidak melibatkan pihak luar dalam pengelolaan usaha ini menjadi prinsip yang terus dijaga. “Papa sangat idealis, dan saya juga. Kami lebih memilih menjaga kualitas dan cita rasa daripada membuka cabang sembarangan. Kalau ada rezeki untuk buka cabang baru, kami akan melakukannya dengan cara yang benar,” tegas Sindu.

Meski kini tersedia layanan pembelian online, sebagian besar pelanggan tetap memilih datang langsung ke warung untuk merasakan cita rasa bakso yang autentik sambil menikmati suasana khasnya. “Banyak pelanggan luar kota yang datang ke sini setelah melihat rekomendasi di media sosial. Setelah makan, mereka mengunggah pengalaman mereka, dan itu membantu promosi kami secara organik,” tutup Sindu.

Gen Z Ogah Masak, Industri Kuliner Makin Berkembang Pesat!

Tren konsumsi makanan di kalangan generasi Z dan milenial terus meningkat, memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bisnis kuliner di Indonesia. Menurut Stefanie Kurniadi, seorang pebisnis yang tergabung dalam Foodizz Academy, kebiasaan lebih memilih membeli makanan dibanding memasak sendiri semakin umum ditemukan, terutama di kota-kota besar.

“Di kota besar ada dua faktor utama yang mendorong tren ini, yaitu gaya hidup dan ketersediaan makanan,” ungkap Stefanie dalam konferensi pers BlueBand Master Cake Margarine 500 gram di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Gaya Hidup dan Kemudahan Akses Jadi Faktor Utama

Gaya hidup modern yang serba cepat membuat generasi Z dan milenial cenderung lebih praktis dalam memenuhi kebutuhan makanan. Banyak dari mereka memiliki jadwal yang padat, baik karena pekerjaan maupun aktivitas sosial, sehingga waktu untuk memasak menjadi terbatas.

Tak hanya sekadar memenuhi kebutuhan dasar, makanan kini juga menjadi bagian dari gaya hidup dan hiburan. Bagi kelompok yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, membeli makanan bukan hanya sekadar mengisi perut, tetapi juga cara menikmati momen dan mencoba berbagai variasi kuliner.

Dari sisi ketersediaan, banyaknya pilihan makanan di kota-kota besar semakin memanjakan konsumen. “Sekarang, setiap kali bangun pagi, cukup buka handphone, pilihan makanan sudah tersedia dengan sangat banyak. Hal yang sama terjadi untuk makan siang dan makan malam,” jelas Stefanie.

Masyarakat urban kini tak hanya mencari makanan utama, tetapi juga camilan sebagai teman beraktivitas di siang dan sore hari. Inilah yang membuat bisnis kuliner semakin berkembang pesat, karena permintaan terhadap makanan dan minuman terus meningkat.

Peluang dan Hambatan dalam Industri Kuliner di Era Digital

Tren ini membuka peluang besar bagi para pelaku usaha kuliner di Indonesia. Bahkan, bisnis makanan bisa dimulai dari skala rumahan, misalnya dengan berjualan dari teras rumah sebelum berkembang lebih luas.

Namun, dengan besarnya peluang, persaingan di industri kuliner juga semakin ketat. Kualitas menjadi faktor utama yang harus diperhatikan oleh setiap pelaku usaha agar bisa bertahan di tengah banyaknya pilihan makanan yang tersedia.

“Kompetisi di industri makanan sangat ketat dan bisa menegangkan. Oleh karena itu, pelaku usaha harus memastikan bahwa mereka unggul dalam hal rasa, kualitas, dan inovasi,” pungkas Stefanie.

Dengan pola konsumsi yang terus berkembang, para pengusaha kuliner di Indonesia memiliki peluang emas untuk memperluas bisnis mereka, terutama dengan memanfaatkan platform digital untuk menjangkau lebih banyak pelanggan. 🚀🍽️

Perut Punai: Camilan Manis Khas Bengkulu yang Unik dan Bikin Ketagihan

Bengkulu memiliki beragam kuliner tradisional yang memanjakan lidah, salah satunya adalah Perut Punai. Meski namanya terdengar unik, makanan ini sama sekali tidak menggunakan daging burung punai. Perut Punai merupakan camilan berbahan dasar ketan yang memiliki rasa manis dengan tekstur kenyal, sehingga banyak digemari oleh masyarakat setempat. Hidangan ini kerap disajikan dalam berbagai acara adat dan perayaan keluarga di Bengkulu.

Nama Perut Punai diambil dari bentuk kuenya yang menyerupai perut burung punai—bulat lonjong dan lembut di bagian dalam. Kuliner ini telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Bengkulu sejak zaman dahulu dan terus dilestarikan secara turun-temurun. Selain menjadi sajian wajib dalam acara seperti pernikahan dan kenduri, kue ini juga sering disantap sebagai camilan saat bersantai bersama keluarga.

Bahan utama untuk membuat Perut Punai sangat sederhana dan mudah ditemukan, antara lain beras ketan, santan, gula merah, kelapa parut, serta daun pandan. Proses pembuatannya dimulai dengan mencuci bersih beras ketan, lalu merendamnya selama beberapa jam agar teksturnya menjadi lebih lembut. Setelah itu, ketan dikukus hingga matang dan dicampur dengan santan serta sedikit garam untuk memberikan rasa gurih.

Sementara itu, isian dibuat dari gula merah yang dicairkan dan dicampur dengan kelapa parut. Campuran ini dimasak hingga mengental dan mengeluarkan aroma harum yang khas. Selanjutnya, adonan ketan yang telah matang diambil secukupnya, diisi dengan campuran gula merah dan kelapa, kemudian dibentuk lonjong menyerupai perut burung punai. Adonan yang sudah dibentuk dibungkus menggunakan daun pisang agar tetap lembut dan memiliki aroma khas. Terakhir, Perut Punai dikukus kembali atau dipanggang sebentar untuk memberikan cita rasa yang lebih lezat dan daya tahan yang lebih lama.

Saat ini, Perut Punai masih bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional Bengkulu. Popularitasnya pun semakin meningkat seiring dengan upaya pemerintah daerah dan para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam mempromosikan kuliner khas ini melalui berbagai festival makanan dan promosi pariwisata. Bahkan, beberapa pengusaha telah mengemas Perut Punai dengan tampilan yang lebih modern agar menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.

Dengan rasa manis yang khas, tekstur lembut, dan keunikan bentuknya, Perut Punai berhasil memikat hati banyak orang. Diharapkan, kuliner tradisional ini dapat terus dilestarikan dan semakin dikenal luas sebagai salah satu ikon kuliner Bengkulu yang membanggakan.